16 Sep 2013

PPh 21 Jilid 2



Pengertian PTKP
PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) adalah penghasilan yang menjadi batasan tidak kena pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, dengan kata lain apabila penghasilan neto Wajib Pajak Orang Pribadi jumlahnya dibawah PTKP tidak akan terkena Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 dan apabila berstatus sebagai pegawai atau penerima penghasilan sebagai objek PPh Pasal 21, maka penghasilan tersebut tidak akan dilakukan pemotongan PPh Pasal 21.


Besarnya PTKP Untuk Tahun Pajak 2013
Besarnya penghasilan tidak kena pajak (PTKP) untuk tahun pajak 2013 sebagai berikut :
  1. Rp.24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
  2. Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
  3. Rp.24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan  Undang-Undang Nomor 36 TAHUN 2008;
  4. Rp.2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
PTKP ini mulai berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari 2013 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dalam menjalankan kewajiban PPh Pasal 21 dan PPh Orang Pribadi.
Tarif Pajak Penghasilan (PPh) yang digunakan untuk menghitung penghasilan kena pajak adalah sebagai berikut:

(1) Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi:
  1. Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri adalah sebagai berikut:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,-
5%
di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,-
15%
di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,-
25%
di atas Rp 50.000.000,-
30%
  1. Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen).
(2) Tarif tertinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diturunkan menjadi paling rendah 25% (dua puluh lima persen) yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2a) Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menjadi 25% (dua puluh lima persen) yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010.
(2b) Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
(2c) Tarif yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang dibagikan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dan bersifat final.
(2d) Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2c) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Besarnya lapisan Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan.
(4) Untuk keperluan penerapan tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh.
(5) Besarnya pajak yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang terutang pajak dalam bagian tahun pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4), dihitung sebanyak jumlah hari dalam bagian tahun pajak tersebut dibagi 360 (tiga ratus enam puluh) dikalikan dengan pajak yang terutang untuk 1 (satu) tahun pajak.
(6) Untuk keperluan penghitungan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5), tiap bulan yang penuh dihitung 30 (tiga puluh) hari.
(7) Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan tarif pajak tersendiri atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), sepanjang tidak melebihi tarif pajak tertinggi sebagaimana tersebut pada ayat (1).
 
Penerapan PTKP Dalam Perhitungan PPh Pasal 21 Dan PPh Orang Pribadi Tahun 2013
Penerapan ketentuan tersebut ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak.
Contoh Penghitungan Pajak Penghasilan Orang Pribadi:
Tahun 2013 Pak Joko status Kawin anak 1 .
Pada Pebruari Tahun 2013 Isteri Pak Joko melahirkan anak.
PTKP Tahun 2013 untuk status Pak Joko adalah Kawin anak 1

Penerapan PTKP Tahun 2013 untuk satu tahun :
PTKP Untuk Laki-laki Tidak Kawin dan Wanita (Kawin/tidak kawin)
STATUS
TK/0
TK/1
TK/2
TK/3
Wajib Pajak (Laki-laki tidak kawin & Wanita)
24.300.000
26.325.000
28.350.000
30.375.000
Penjelasan  :
  • Status Wanita meskipun sudah kawin tetap mempunyai PTKP tidak kawin kecuali dapat membuktikan bahwa suami tidak bekerja (dari Instansi terkait/kelurahan)
  • TK/0  = Tidak Kawin tidak ada tanggungan ( 24.300.000 )
  • TK/1  = Tidak Kawin memiliki 1 (satu) tanggungan ( 24.300.000 + 2.025.000)
  • TK/2  = Tidak Kawin memiliki 2 (dua) tanggungan ( 24.300.000 + 2.025.000 + 2.025.000)
  • TK/3  = Tidak Kawin memiliki 3 (tiga) tanggungan ( 24.300.000 + 2.025.000 + 2.025.000 + 2.025.000)
PTKP Untuk Laki-Laki Kawin Isteri Tidak Bekerja/Tidak Usaha
STATUS
K/0
K/1
K/2
K/3
Istri Tdk Kerja/ Tdk Usaha
26.325.000
28.350.000
30.375.000
32.400.000
Penjelasan Isteri Tidak Bekerja:
  • K/0  = Kawin tidak ada tanggungan ( 24.300.000 + 2.025.000 )
  • K/1  = Kawin memiliki 1 (satu) tanggungan ( 24.300.000 + 2.025.000+2.025.000)
  • K/2  = Kawin memiliki 2 (dua) tanggungan ( 24.300.000 + 2.025.000+2.025.000+2.025.000)
  • K/3  = Kawin memiliki 3 (tiga) tanggungan ( 24.300.000 + 2.025.000+2.025.000+2.025.000+2.025.000)
PTKP Untuk Laki-Laki Kawin Isteri Bekerja/Usaha
STATUS
K/I/0
K/I/1
K/I/2
K/I/3
Istri Kerja/Usaha
50.625.00
52.650.000
54.675.000
56.700.000

Penjelasan Isteri Bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja atau usaha :
  • PTKP untuk isteri yang bekerja pada satu pemberi kerja tidak digabung dengan suami, yang digabung dengan PTKP suami hanya yang bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja dan/atau isteri yang usaha (penghasilan digabung dengan penghasilan suami)
  • K/I/0  = Kawin Isteri Bekerja/Usaha tidak ada tanggungan ( 24.300.000 + 24.300.000+2.025.000 )
  • K/I/1  = Kawin Isteri Bekerja/Usaha memiliki 1 (satu) tanggungan ( 24.300.000 + 24.300.000+2.025.000+2.025.000)
  • K/I/2  = Kawin Isteri Bekerja/Usaha memiliki 2 (dua) tanggungan ( 24.300.000 +24.300.000+ 2.025.000+2.025.000+2.025.000)
  • K/I/3  = Kawin Isteri Bekerja/Usaha memiliki 3 (tiga) tanggungan ( 24.300.000 + 24.300.000+2.025.000+2.025.000+2.025.000+2.025.000)

Pegawai Tidak Tetap/ Tenaga Kerja Lepas dengan upah Harian/ Satuan/ Borongan yang dibayar Harian/ Satuan/ Borongan

Upah Harian

Contoh 1
Jarwo dengan status belum menikah pada bulan Januari 20xx bekerja sebagai buruh harian PT Gubel. la bekerja selama 10 hari dan menerima upah harian sebesar Rp200.000,00. Hitung PPh 21!

Pembahasan
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang:
Upah sehari
Rp 200.000,00
Dikurangi batas upah harian tidak dilakukan pemotongan PPh
Rp 200.000,00(-)
Penghasilan Kena Pajak sehari
Rp 0,00
PPh Pasal 21 dipotong atas Upah sehari
Rp 0,00

Sampai dengan hari ke-10, karena jumlah kumulatif upah yang diterima belum melebihi Rp2.025.000,00 maka tidak ada PPh Pasal 21 yang dipotong. Pada hari ke-11 jumlah kumulatif upah yang diterima melebihi Rp2.025.000,00, maka PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan upah setelah dikurangi PTKP yang sebenarnya.
Upah s.d hari ke-11 (Rp200.000,00 x 11)
Rp 2.200.000,00
PTKP sebenarnya 11 x (Rp24.300.000,00/ 360)
Rp    742.500,00(-)
Penghasilan Kena Pajak s.d hari ke-11
Rp 1.457.500,00
PPh Pasal 21 terutang s.d hari ke-11 5% x Rp1.457.500,00
Rp      72.875,00
PPh Pasal 21 yang telah dipotong s.d hari ke-10
Rp              0,00
PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-11
Rp      72.875,00

Sehingga pada hari ke-11, upah bersih yang diterima Jarwo sebesar: Rp200.000,00 - Rp72.875,00= Rp127.125,00


Misalkan Jarwo bekerja selama 12 hari, maka penghitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke - 12 adalah sebagai berikut :
Pada hari kerja ke-12, jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong adalah:
Upah sehari
Rp 200.000,00
PTKP sehari

- untuk WP sendiri (Rp 24.300.000,00: 360)
Rp   67.500,00(-)
Penghasilan Kena Pajak
Rp 132.500,00

PPh Pasal 21 terutang 5% x Rp132.500,00 Rp 6.625,00
Sehingga pada hari ke-12, Jarwo menerima upah bersih sebesar: Rp200.000,00 - Rp6.625,00 = Rp193.375,00


Contoh 2
Jufon (belum menikah) pada bulan Maret 20xx bekerja pada perusahaan PT Gudel, menerima upah sebesar Rp300.000,00 per hari. Hitung PPh 21 !

Pembahasan
Penghitungan PPh Pasal 21
Upah sehari
Rp300.000,00
Upah sehari di atas Rp200.000,00 adalah: Rp300.000,00 - Rp200.000,00

Rp100.000,00
PPh Pasal 21 = 5% x Rp100.000,00 = Rp5.000,00 (harian)

Pada hari ke-7 dalam bulan kalender yang bersangkutan, Jufon telah menerima penghasilan sebesar Rp2.100.000,00, sehingga telah melebihi Rp2.025.000,00. Dengan demikian PPh Pasal 21 atas penghasilan Jufon pada bulan Maret 2013 dihitung sebagai berikut:
Upah 7 hari kerja (7xRp300.000,00)
Rp 2.100.000,00
PTKP:7 x (Rp24.300.000,00/360)
Rp    472.500,00(-)
Penghasilan Kena Pajak
Rp 1.627.500,00

PPh Pasal 21 = 5% x Rp1.627.500,00
Rp 81.375,00
PPh Pasal 21 yang telah dipotong s.d hari ke-6: 6 x Rp5.000,00
Rp 30.000,00(-)
PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-7
Rp 51.375,00
Jumlah sebesar Rp51.375,00 ini dipotongkan dari upah harian sebesar Rp300.000,00 sehingga upah yang diterima Jufon pada hari kerja ke-7 adalah:
                    Rp300.000,00 - Rp51.375,00 = Rp248.625,00


Pada hari kerja ke-8 dan seterusnya dalam bulan kalender yang bersangkutan, jumlah PPh Pasal 21 per hari yang dipotong adalah:
Upah sehari
Rp 300.000,00
PTKP

- untuk WP sendiri (Rp24.300.000,00 : 360)
Rp   67.500,00(-)
Penghasilan Kena Pajak
Rp 232.500,00

PPh Pasal 21 terutang adalah 5% x Rp232.500,00 = Rp11.625,00



Upah Satuan
Contoh 1
Juril  (belum menikah) adalah seorang karyawan yang bekerja sebagai perakit TV pada suatu perusahaan elektronika. Upah yang dibayar berdasarkan atas jumlah unit/satuan yang diselesaikan yaitu Rp75.000,00 per buah TV dan dibayarkan tiap minggu. Dalam waktu 1 minggu (6 hari kerja) dihasilkan sebanyak 24 buah TV dengan upah Rp1.800.000,00. Hitung PPh 21!

Pembahasan
Penghitungan PPh Pasal 21 :
Upah sehari adalah Rp1.800.000,00 : 6
Rp 300.000,00
Upah diatas Rp200.000,00 sehari Rp300.000,00- Rp200.000,00

Rp 100.000,00
Upah seminggu terutang pajak 6 x Rp100.000,00
Rp 600.000,00

PPh Pasal 21 5% x Rp600.000,00= Rp30.000,00(Mingguan)



Upah Borongan
Contoh 1
Jayus mengerjakan dekorasi sebuah rumah dengan upah borongan sebesar Rp450.000,00, pekerjaan diselesaikan dalam 2 hari. Hitung PPh 21!

Pembahasan
Upah borongan sehari : Rp450.000,00 : 2
Rp 225.000,00
Upah sehari diatas Rp200.000,00 Rp225.000,00 — Rp200.000,00

Rp 25.000,00
Upah borongan terutang pajak: 2 x Rp25.000,00
Rp 50.000,00

PPh Pasal 21 = 5% x Rp50.000,00 = Rp 2.500,00




Pegawai Tidak Tetap/ Tenaga Kerja Lepas dengan upah Harian/ Satuan/ Borongan yang dibayar bulanan

Contoh
Jokiyo bekerja pada perusahaan elektronik dengan dasar upah harian yang dibayarkan bulanan. Dalam bulan Januari 20xx Jukiyo hanya bekerja 20 hari kerja dan upah sehari adalah Rp150.000,00. Jukiyo menikah tetapi belum memiliki anak. Hitung PPh 21!

Pembahasan
Penghitungan PPh Pasal 21
Upah Januari 20xx = 20 x Rp150.000,00

Rp   3.000.000,00
Penghasilan neto setahun = 12 x Rp3.000.000,00

Rp 36.000.000,00



PTKP (K/-) adalah sebesar


- Untuk WP sendiri
Rp24.300.000,00

- tambahan karena menikah
Rp 2.025.000,00(+)


Rp 26.325.000,00(-)
Penghasilan Kena Pajak

Rp   9.675.000,00


PPh Pasal 21 setahun adalah sebesar: 5% x Rp9.675.000,00 = Rp483.750,00
PPh Pasal 21 sebulan adalah sebesar: Rp483.750,00 : 12 = Rp40.312,00


contoh soal PNS dan non PNS

Tidak ada komentar: