Pengertian dasar dan Ciri-Ciri Pajak – Definisi Pajak
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara
berdasarkan undang-undang (sehingga dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut berdasarkan norma-norma
hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk
mencapai kesejahteraan umum.
Jadi, Pajak merupakan hak prerogatif pemerintah, iuran
wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib pajak) untuk
menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa
yang dapat ditunjuk secara langsung berdasarkan undang-undang.
Ada bermacam-macam batasan atau definisi tentang pajak
menurut para ahli diantaranya adalah :
1. Prof. Dr. P. J. A. Adriani = pajak adalah iuran masrayakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayararnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas-tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
2. Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH. = pajak
adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal yang langsung dapat
ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
3. Sommerfeld Ray M. Anderson Herschel M. &
Brock Horace R. = Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari
sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib
dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang sudah ditentukan dan tanpa mendapat
imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan
tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
4. Smeets = Pajak adalah
prestasi kepada pemerintah yang terhutang melalui norma-norma umum dan dapat
dipaksakan tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukan dalam hak
individual untuk membiayai pengeluaran pemerintah
5. Suparman Sumawidjaya = pajak
adalah iuran wajib berupa barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma
hukum, guna menutup biaya produksi barang dan jasa kolektif dalam mencapai
kesejahteraan umum.
Lima unsur pokok dalam definisi pajak pajak adalah :
1. Iuran/pungutan dari rakyat kepada negara
2. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang
3. Pajak dapat dipaksakan
4. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi
5. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara (pengeluaran umum pemerintah)
2. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang
3. Pajak dapat dipaksakan
4. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi
5. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara (pengeluaran umum pemerintah)
Ciri-ciri Pajak yang terdapat dalam pengertian pajak
antara lain sebagai berikut :
1. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah
pusat maupun oleh pemerintah daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan
pelaksanaannya.
2. Pemungutan pajak
mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya) dari sektor swasta (wajib pajak
membayar pajak) ke sektor negara (pemungut pajak/administrator pajak).
3. Pemungutan pajak
diperuntukan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan
fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
4. Tidak dapat ditunjukan
adanya imbalan (kontraprestasi) individual oleh pemerintah terhadap pembayaran
pajak yang dilakukan oleh para wajib pajak.
5. Berfungsi sebagai
budgeter atau mengisi kas negara/anggaran negara yang diperlukan untuk menutup
pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan
sosial (fungsi mengatur / regulatif)
6. pajak
dapat dipaksakan
Undang-undang memberikan wewenang
kepada fiskus untuk memaksa wp untuk mematuhi dan melaksanakan kewajiban
pajaknya. Sebab undang undang menurut sanksi-sanksi pidana fiscal (pajak)
sanksi administrative yang kususnya diatur oleh undang-undang no 19 tahun 2000
termasuk wewenang dari perpajakan untuk mengadsakan penyitaan terhadap harta
bergerak/ tetap wajib pajak.Dalam hukum pajak Indonesia dikenal lembaga sandera
atau girling yaitu wajib pajak yang pada dasarnya mampu membayar pajak namun
selalu menghindari pembayaran pajak dengan berbagai dalih, maka fiskus dapat
menyandera wp dengan memasukkannya kedalam penjara.
7. Pajak tidak menerima kontra prestasi
Ciri kas pajak dibandiong dengan jenis
pungutan lainnya adalah wajib pajak (tax payer ) tidak menerima jasa timbal
yang dapat ditunjuk secara langsung dari pemerintah namun perlu dipahami bahwa sebenarnya subjek pajak ada
menerima jasa timbal tetapi diterima secara kolektif bersama dengan masyarakat
lainnya.
8. Untuk membiayai biaya umum
pemerintah
Pajak
yang dipungut tidak pernah ditujukan untuk biaya khusus . dipandang dari segi
hokum maka pajak akan terutang apabila memenuhi syarat subjektif dan
syaratobjektif .
Syarat objektif : ,yang berhubungan
dengan objek pajak misalnmya adanya penghasilan atau penyeerahan barang kena
pajak . syarat subjektif adlah syarat yang berhubungan dengan subjek pajak ,
apakah orang pribadi atau badan.
Struktur pajak di Indonesia
berdasarkan urian diatas adalah sebagai berikut:
1.
pajak penghasilan (PPh)
2.
pajak pertambahan nilaio barang dan
jasa dan penjualan atas baeang mewah
3.
pajak bumi dan bangunan
4.
pajak daerah dan retribbusi daerah
5.
bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan (BPHTB)
6.
bea materai
Fungsi pajak
Fungsi
pajak
1.Fungsi budgetair
Fungsi budgeteir
merupakan fungsi utama pajak dan fungsi fiscal yaitu suatu fungsi dimana pajak
dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana secara optimal ke kas negara
berdasarkan undang-undang perepajakan yang berlaku “segala pajak untuk
keperkuan negara berdasarkan undang-undang.
Yang dimaksud dengan memasukkan kas
secara optimal adalah sebagi berikut:
· jangan
sampai ada wajib pajak/subjek pajak yang tidak membayar kewajiban pajaknya.
· Jangan
sampai wajib pajak tidak melaporkan objek pajak kepada fiskus
· Jangan
sampai ada objek pajak dai pengamatan dan perhitungan fiskkus yang terlepas
Dengan
demikian maka optimalisasi pemasukan dana ke kas negara tercipta atas usaha
wajib pajak dan fiskus.
System pemungutan pajak suatu negara
menganut dua system :
1.
Self assessment system; menghitung
pajak sendiri
2.
official assessment system ;menghitung
pajak adalah pihak fiscus
factor yang turut mempengaruhi
optimalisasi pemasukan dana kekas negara adlah
- filsafat negara
negara
yang berideologi yang berorientasi kepada kesejahtraan rakyat banyak akan
mendapat dukungan dari rakyatnya dalam hal pembayaran pajak. Untuk itu rakyat
diikut sertakan dalam menentukanberat rinngannya pajak melalui penetapan
undang-undang perpajakan oleh DPR sebaliknya dinegara yang berorientasi kepada
kepenmtingan penguasa sangat sulit untuk mengharapkan partisipasi masyarakat
untuk kewajiban pajaknya.
- kejelasan undang-undang dan peraturan perpajakan
yang
jelas mudah dan sederhana serta pasti akan menimbulkan penafsiran yang baik
dipihak fiscus maupun dipihak wajib pajak
- tingkat pendidikan penduduk / wajib pajak
secara
umum dapat dikatakan bahwa semakin tinggi pendidikan wajib pajak maka makin
mudah bagi mereka untuk memahami peraturan perpajakan termasuk memahami sanksi
administrasi dan sanksi pidana fiscal.
- kualitas dan kuantitas petugas pajak setempat
ssangat
menentukan efektifitas uu dan peraturan perpajakan . fiscus yang professional
akan akan berusaha secara konsisten untuk menggali objek pajak yang menurut
ketentuan pajak harus dikenakan pajak.
- strategi yang diterapkan organisasi yang mengadministrasikan
pajak di Indonesia
unit-unit
untuk ini adalah
·
kantor pelayanan pajak
·
kantor pemeriksaan dan penyelidikan
pajak yanmg dilakukan dirjen pajak
perwujudan
fungsi budgetair dalam kehidupan kenegaraan dapat terlihat dalam APBN yang
setiap tyahun disahkan dengan undang-undang. Penerimaan negara selalu meningkat
dari tahun ketahun khususnya setelah reformasi uu perpajakan thn 1983/1984.
2.Fungsi
regulerend
Atau fungsi
mengatur dan sebagainya juga fungsi pajak dipergunakan oleh pemerintah sebagai
alat untuk mencapai tujuan tertentu , dan sebagainya sebagai fungsi tambahan
karena fungsi ini hanya sebagai pelengkap dari fungsi utama pajak. Untuk
mencapai tujuan tersebut maka pajak dipakai sebagai alat kebijakan, mis : pajak
atas minuman keras ditinggikan untuk mengurangi konsumsi fasilitas perpajakan
sehingga perwujudan dari pajak regulerend yang terdapat dalam UU No I tahun
1967 tentang penanaman modal asing. Contoh:
1) bea materai modal
2) bea masuk dan pajak penjualan
3) bea balik nama
4) pajak perseroan
5) pajak devident
YUSDIFIKASI
PAJAK DAN PRINSIP PEMUNGUTAN PAJAK
Dalam hal ini akan dikemukakan asas-asas pemungutan
pajak dan alas an-alasan yang menjdi dasar pembenaran pemungutan pajak oleh
fiskus negara, sehingga fiskus negara merasa punya wewenang untuk memungut
pajak dari penduduknya.
Teori asas pemungutan pajak :
1) Teori ansuransi
Negara berhak
memungut pajak dari penduduk karena menurut teori ini negara melindungi semua
rakyat dan rakyat membayar premi pada negara.
2) Teori kepentingan
Bahwa negara
berhak memungut pajak karena penduduk negara tersebut mempunyai kepentingan
pada negara, makin besar kepentingan penduduk kepada negara maka makin besar
pula pajak yang harus dibayarnya kepada negara.
3) Teori bakti
Mengajarkan
bahwa pwnduduk adalah bagian dari suatu negara oleh karena itu penduduk terikat
pada negara dan wajib membayar pajak pada negara dalam arti berbakti pada
negara.
4) Teori gaya pikul
Teori ini
megusulkan supaya didalam hal pemungutan pajak pemerintah memperhatikan gaya
pikul wajib pajak.
5) Teori gaya beli
Menurut teori
ini yustifikasi pemungutan pajak terletak pada akibat pemungutan pajak.
Misalnya tersedianya dana yang cukup untuk mrmbiayai pengeluaran umum negara,
karena akibat baik dari perhatian negara pada masyarakat maka pemuingutan pajak
adalah juga baik.
6) Teori pembangunan
Untuk
Indonesia yustifikasi pemungutan pajak yang paling tepat adalah pembangunan
dalam arti masyarakat yang adil dan makmur
Disamping
itu terdapat juga asas-asas pemungutan pejak seperti:
- Asas yuridis yang mengemukakan supaya pemungutan pajak didasarkan pada
undang-undang
- Asas ekonomis yang menekankan supaya pemungutan pajak jangan sampai
menghalangi produksi dan perekonomian rakyat
- Asas finansial menekankan supaya pengeluaran-pengeluaran untuk
memungut pajak harus lebih rendah dari jumlah pajak yang dipungut.
Prisip-prinsip pemungutan pajak:
Menurut Era
Saligman ada empat Prisip pemungutan pajak:
- Prisip fiscal
- Prinsip Administrative
- Prinsip ekonomi
- Prinsip Etika
HUKUM PAJAK
Adalah: Keseluruhan
dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerinth untuk mengambil
kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat melalui kas
negara. Sehingga hukum pajak tersebut merupakan hukum publik yang mengatur
hubungan negara dan orang-orang atau badan-badan hukum yang berkewajiban
membayar pajak.
Hukum pajak dibedakan atas:
1. Hukum pajak
material
Yaitu: memuat ketentuan-ketentuan tentang siapa yang
dikenakan pajak dan siapa-siapa yang dikecualikan dengan pajak dan berapa harus
dibayar.
2. Hukum pajak
formal
Yaitu: memuat ketentuan-ketentuan bagaiman mewujudkan
hukum pajak material menjadi kenyataan.
Pengertian
Wajib Pajak adalah :
orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pemotong pajak adalah wajib pajak yang ditunjuk oleh
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sebagai pemotong PPh Pasal 15, Pasal 21, Pasal 23,
Pasal 26 dan Pasal 4 (2) atas transaksi yang terjadi, sehingga apabila tidak
ditunjuk sebagai pemotong pajak wajib pajak tidak bisa memotong pajak atas
transaksi yang terjadi.
Pemungut pajak adalah wajib pajak yang ditunjuk oleh
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sebagai pemungut PPh Pasal 22 dan PPN atas
transaksi yang terjadi, sehingga apabila tidak ditunjuk sebagai pemungut pajak
wajib pajak tidak bisa memungut pajak atas transaksi yang terjadi.
Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah serta Bendahara
Bos termasuk pemungut dan pemotong pajak.
Objek Pajak
Penghasilan
Objek Pajak Penghasilan:
Adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam
bentuk apapun termasuk:
1. penggantian
atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam
Undang-Undang Pajak Penghasilan;
2. hadiah dari
undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan;
3. laba usaha;
4. keuntungan
karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
a. keuntungan
karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya
sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
b. keuntungan
yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya karena pengalihan
harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota ;
c. keuntungan
karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau
pengambilalihan usaha;
d. keuntungan
karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang
diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan
badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil
termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara
pihak-pihak yang bersangkutan;
e. keuntungan
karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda
turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.
5. penerimaan
kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;
6. bunga termasuk
premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
7. dividen dengan
nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada
pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi ;
8. royalty atau
imbalan atas penggunaan hak;
9. sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
10. penerimaan
atau perolehan pembayaran berkala;
11. keuntungan
karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah;
12. keuntungan
karena selisih kurs mata uang asing;
13. selisih lebih
karena penilaian kembali aktiva;
14. premi
asuransi;
15. iuran yang
diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP yang
menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
16. tambahan
kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
17. penghasilan
dari usaha berbasis syariah;
18. imbalan bunga
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan;
19. surplus Bank
Indonesia.
Objek Pajak PPh Final
1. bunga deposito
dan tabungan-tabungan lainnya;
2. penghasilan
berupa hadiah undian;
3. penghasilan
dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek;
4. penghasilan
dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, serta
5. penghasilan
tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Tidak Termasuk Objek Pajak
1. Bantuan atau
sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil
zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang
berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang
diakui di Indonesia;
2. Harta hibahan
yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat,
dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha
kecil termasuk koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan
kecil yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan,
atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
3. Warisan;
4. Harta termasuk
setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai
pengganti penyertaan modal;
5. Penggantian
atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah,
kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, wajib Pajak yang dikenakan pajak
secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus
(deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UU PPh;
6. Pembayaran
dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi
beasiswa;
7. Dividen atau
bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP Dalam
Negeri, koperasi, BUMN atau BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
a. dividen
berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
b. bagi perseroan
terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan
yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor;
8. Iuran yang
diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan , baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
9. Penghasilan
dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
10. Bagian laba
yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya
tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi,
termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
11. Penghasilan
yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari
badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di
Indonesia dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
a. merupakan
perusahaan mikro, kecil, menengah atau yang menjalankan kegiatan dalam
sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; dan
b. sahamnya tidak
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
12. Beasiswa yang
memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, yaitu:
a. Diterima atau
diperoleh Warga Negara Indonesia dari Wajib Pajak pemberi beasiswa dalam rangka
mengikuti pendidikan formal/nonformal yang terstruktur baik di dalam negeri
maupun luar negeri;
b. Tidak
mempunyai hubungan istimewa dengan pemilik, komisaris, direksi atau pengurus
dari wajib pajak pemberi beasiswa;
c. Komponen
beasiswa terdiri dari biaya pendidikan yang dibayarkan ke sekolah, biaya ujian,
biaya penelitian yang berkaitan dengan bidang studi yang diambil, biaya untuk
pembelian buku, dan/atau biaya hidup yang wajar sesuai dengan daerah lokasi tempat
belajar;
13. Sisa lebih
yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam
bidang pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar
pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana
dan prasarana kegiatan bidang pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan,
dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih
tersebut;
14. Bantuan atau
santunan yang dibayarkan oleh Badan Peenyelenggara jaminan Sosial kepada Wajib
Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
Subjek Pajak
Penghasilan
Jenis-Jenis Subjek Pajak Penghasilan adalah :
·
Subjek Pajak Dalam Negeri
Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib
Pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi
Penghasilan Tidak Kena Pajak. Subjek pajak badan dalam negeri menjadi Wajib
Pajak sejak saat didirikan, atau bertempat kedudukan di Indonesia.
Subjek Pajak Dalam Negeri terdiri dari :
1. Orang pribadi
yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia
lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia
dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Pada prinsipnya orang
pribadi yang menjadi subjek pajak dalam negeri adalah orang pribadi yang
bertempat tinggal atau berada di Indonesia. Termasuk dalam pengertian orang
pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia adalah mereka yang mempunyai niat
untuk bertempat tinggal di Indonesia. Apakah seseorang mempunyai niat untuk
bertempat tinggal di Indonesia ditimbang menurut keadaan. Keberadaan orang
pribadi di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari tidaklah
harus berturut-turut, tetapi ditentukan oleh jumlah hari orang tersebut berada
di Indonesia dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak kedatangannya di
Indonesia.
2. Badan yang
didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
Pengertian
Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah :bentuk usaha
yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia,
orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan
puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa :
·
tempat kedudukan manajemen;
·
cabang perusahaan;
·
kantor perwakilan;
·
gedung kantor;
·
pabrik;
·
bengkel;
·
gudang;
·
ruang untuk promosi dan penjualan;
·
pertambangan dan penggalian sumber alam;
·
wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
·
perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan,atau
kehutanan;
·
proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
·
pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau
orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan;
·
orang atau badan yang bertindak selaku agen yang
kedudukannya tidak bebas;
·
agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi
asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan
·
komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis
yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik
untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
3. Warisan yang
belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. Warisan yang
belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri
dianggap sebagai subjek pajak dalam negeri dalam pengertian Undang-Undang No.36
Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh) mengikuti status pewaris. Adapun
untuk pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakannya, warisan tersebut
menggantikan kewajiban ahli waris yang berhak. Apabila warisan tersebut telah
dibagi, kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli waris. Warisan yang belum
terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi sebagai subjek pajak luar negeri
yang tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha
tetap di Indonesia, tidak dianggap sebagai subjek pajak pengganti karena
pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi
dimaksud melekat pada objeknya.
·
Subjek Pajak Luar Negeri .
Subjek pajak luar negeri baik orang pribadi maupun
badan sekaligus menjadi Wajib Pajak karena menerima dan/atau memperoleh
penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau menerima dan/atau memperoleh
penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Subjek Pajak Luar Negeri terdiri dari :
1. Orang pribadi
yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia.
2. Orang pribadi
yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia.
Jenis
Pajak
Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia
dapat dibedakan menjadi Pajak
Pusat danPajak Daerah.
Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam
hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak - Departemen Keuangan.
Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah
baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
Pajak-pajak Pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi :
1. Pajak Penghasilan (PPh)
PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adlah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN. Tarif PPN adalah tunggal yaitu sebesar 10%. Dalam hal ekspor, tarif PPN adalah 0%. Yang dimaksud Dengan Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, peraian, dan ruang udara diatasnya.
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)
Selain dikenakan PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPn BM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah :
a. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau
b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
c. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau
d. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau
e. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat.
4. Bea Meterai
Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.
5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
6. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola oleh Pemerintah Pusat namun realisasi penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan.
Pajak-pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota antara lain meliputi :
1. Pajak Propinsi
a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor;
d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
2. Pajak Kabupaten/Kota
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C;
g. Pajak Parkir.
Pajak-pajak Pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi :
1. Pajak Penghasilan (PPh)
PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adlah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN. Tarif PPN adalah tunggal yaitu sebesar 10%. Dalam hal ekspor, tarif PPN adalah 0%. Yang dimaksud Dengan Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, peraian, dan ruang udara diatasnya.
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)
Selain dikenakan PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPn BM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah :
a. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau
b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
c. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau
d. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau
e. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat.
4. Bea Meterai
Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.
5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
6. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola oleh Pemerintah Pusat namun realisasi penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan.
Pajak-pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota antara lain meliputi :
1. Pajak Propinsi
a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor;
d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
2. Pajak Kabupaten/Kota
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C;
g. Pajak Parkir.
jenis - jenis Pajak Penghasilan (PPh)
1.
PPh Pasal 4 ayat (2) atau lebih
dikenal dengan sebutan PPh Final, adalah Penghasilan yang dikenai pajak yang
sifatnya final alias tidak bisa dikreditkan. Apa saja penghasilan yang termasuk
dalam PPh Pasal 4 ayat (2) ini :
·
penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan
lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang
dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
·
penghasilan berupa hadiah undian.
·
penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas
lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi
penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya
yang diterima oleh perusahaan modal ventura.
·
penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa
tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan
persewaan tanah dan/atau bangunan.
2. PPh Pasal 21. Penghasilan yang dikenai PPh Pasal
21 adalah
·
pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan oleh pegawai atau bukan
pegawai;
·
bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa,
atau kegiatan
·
dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang
pensiun dan pembayaran lain dengan nama apa pun dalam rangka pensiun
·
badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain
sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan
pekerjaan bebas; dan penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran
sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan.
3. PPh Pasal 22. Penghasilan
yang dikenai PPh Pasal 22 adalah
·
bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan
dengan pembayaran atas penyerahan barang
·
badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib
Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang
lain
·
Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari
pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah
4. PPh Pasal 23. Penghasilan
yang dikenai PPh Pasal 23 adalah
·
bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan
karena jaminan pengembalian utang
·
dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk
dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa
hasil usaha koperasi
·
deviden
·
hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang
telah dipotong PPh Pasal 21.
·
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
yang telah dikenai PPh Pasal 4 ayat (2)
·
imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen,
jasa konstruksi, jasa konsultan,
·
jasa lainnya meliputi Jasa penilai, Jasa
aktuaris,Jasa Akuntansi,Jasa Perancang, Jasa pengeboran (jasa driling) di
bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh
bentuk usaha tetap,Jasa penunjang di bidang penambangan migas, Jasa penambangan
dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas,
Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara, Jasa penebangan hutan, Jasa pengolahan limbah, Jasa penyedia tenaga kerja, Jasa perantara, Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI, Jasa kustodion/ penyimpanan/ penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI, Jasa pengisian suara, Jasa mixing film, Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan. Jasa instalasi/ pemasangan : Jasa instalasi/ pemasangan mesin, listrik/ telepon/ air/ gas/ AC/ TV Kabel; Jasa instalasi/ pemasangan peralatan; Kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkup pekerjaannya di bidang konstruksi dan mempunyai izin/ sertifikat sebagai pengusaha konstruksi; Jasa perawatan/ pemeliharaan/ perbaikan : Jasa perawatan/ pemeliharaan/ perbaikan mesin, listrik/ telepon/ air/ gas/ AC/ TV kabel; Jasa perawatan/ pemeliharaan/ perbaikan peralatan; Jasa perawatan/ pemeliharaan/ perbaikan alat-alat transportasi/ kendaraan; Jasa perawatan/ pemeliharaan/ perbaikan bangunan; Kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkup pekerjaannya di bidang konstruksi dan mempunyai izin/ sertifikat sebagai pengusaha konstruksi; Jasa pelaksanaan konstruksi, termasuk : Jasa perawatan/ pemeliharaan/ perbaikan bangunan; Jasa instalasi/ pemasangan peralatan, mesin/ listrik/ telepon/ air/ gas/ AC/ TV kabel; sepanjang jasa tersebut dilakukan oleh Wajib Pajak yang mempunyai izin/ sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; Jasa maklon; Jasa penyelidikan dan keamanan, Jasa penyelenggara kegiatan/ event organizer,Jasa pengepakan, Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi. Jasa pembasmian hama, Jasa kebersihan/ cleaning service, Jasa catering
Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara, Jasa penebangan hutan, Jasa pengolahan limbah, Jasa penyedia tenaga kerja, Jasa perantara, Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI, Jasa kustodion/ penyimpanan/ penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI, Jasa pengisian suara, Jasa mixing film, Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan. Jasa instalasi/ pemasangan : Jasa instalasi/ pemasangan mesin, listrik/ telepon/ air/ gas/ AC/ TV Kabel; Jasa instalasi/ pemasangan peralatan; Kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkup pekerjaannya di bidang konstruksi dan mempunyai izin/ sertifikat sebagai pengusaha konstruksi; Jasa perawatan/ pemeliharaan/ perbaikan : Jasa perawatan/ pemeliharaan/ perbaikan mesin, listrik/ telepon/ air/ gas/ AC/ TV kabel; Jasa perawatan/ pemeliharaan/ perbaikan peralatan; Jasa perawatan/ pemeliharaan/ perbaikan alat-alat transportasi/ kendaraan; Jasa perawatan/ pemeliharaan/ perbaikan bangunan; Kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkup pekerjaannya di bidang konstruksi dan mempunyai izin/ sertifikat sebagai pengusaha konstruksi; Jasa pelaksanaan konstruksi, termasuk : Jasa perawatan/ pemeliharaan/ perbaikan bangunan; Jasa instalasi/ pemasangan peralatan, mesin/ listrik/ telepon/ air/ gas/ AC/ TV kabel; sepanjang jasa tersebut dilakukan oleh Wajib Pajak yang mempunyai izin/ sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; Jasa maklon; Jasa penyelidikan dan keamanan, Jasa penyelenggara kegiatan/ event organizer,Jasa pengepakan, Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi. Jasa pembasmian hama, Jasa kebersihan/ cleaning service, Jasa catering
5. PPh
Pasal 25 adalah angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus
dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak
Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
tahun pajak yang lalu dikurangi dengan kredit pajak
dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
PPh Pasal 21
Pengertian PPh Pasal 21 adalah :
pajak atas
penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain
dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan,
jasa,dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang
No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
Apabila orang
pribadi Subjek Pajak dalam negeri memperoleh penghasilan dan dikenakan PPh Pasal 21, maka menjadi wajib pajak orang
pribadi dalam negeri.
Warga Negara
asing (orang asing) yang tinggal atau berniat tinggal di Indonesia lebih dari
183 hari dalam satu tahun termasuk dalampengertian wajib pajak orang pribadi dalam
negeri, sehingga atas penghasilan orang asing tersebut apabila lebih dari 183
hari tinggal di Indonesia merupakan objek PPh Pasal 21.
Pemotong PPh Pasal 21
1. Pemberi kerja
yang terdiri dari orang pribadi dan badan.
2. Bendahara
pemerintah baik Pusat maupun Daerah
3. Dana pensiun
atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dan badan-badan
lainnya;
4. Orang pribadi
yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar honorarium
atau pembayaran lain kepada jasa tenaga ahli, orang pribadi dengan status
subjek pajak luar negeri, peserta pendidikan, pelatihan dan magang;
5. Penyelenggara
kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan
internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang
menyelenggarakan kegiatan;
Penerima Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21
1. Pegawai;
2. Penerima uang
pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan
hari tua, termasuk ahli warisnya;
3. Bukan pegawai
yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa,
atau kegiatan, antara lain meliputi:
a. tenaga ahli
yang melakukan pekerjaan bebas yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek,
dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris;
b. pemain musik,
pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang
iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati,pemain drama,
penari, pemahat, pelukis dan seniman lainnya;
c. olahragawan;
d. penasihat, pengajar,
pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator,
e. pengarang,
peneliti, dan penerjemah;
f.
pemberi jasa dalam segala bidang, termasuk teknik,
computer dan system aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi,
ekonomi dan sosial, serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
g. agen iklan;
h. pengawas atau
pengelola proyek;
i.
pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau
yang menjadi perantara;
j.
petugas penjaja barang dagangan;
k. petugas dinas
luar asuransi;
l.
distributor multilevel marketing atau direct selling;dan
kegiatan sejenisnya.
4. Peserta
kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
keikutsertaanya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi :
a. peserta
perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni,
ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
b. peserta rapat,
konferensi, siding, pertemuan, atau kunjungan kerja;
c. peserta atau
anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;
d. peserta
pendidikan, pelatihan, dan magang;
e. peserta
kegiatan lainnya.
Penerima Penghasilan Yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21
1. Pejabat
perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan
orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat
tinggal bersama mereka, dengan syarat :
a. bukan Warga
Negara Indonesia; dan
b. di Indonesia
tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau
pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan
timbal balik;
2. Pejabat
perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri
Keuangan sepanjang bukan Warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha
atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.
Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21
1. penghasilan yang
diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat
teratur maupun tidak teratur;
2. penghasilan
yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang
pensiun atau penghasilan sejenisnya;
3. penghasilan
sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan
pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat
pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis;
4. penghasilan
pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan,
upah satuan, upah borongan, atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
5. imbalan kepada
bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenis
dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;
6. imbalan kepada
peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat,
honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan
imbalan sejenis dengan nama apapun.
Penghasilan Yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21
1. pembayaran
manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan,asuransi
kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
2. penerimaan
dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh
Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib
Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan
Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).
3. iuran pensiun
yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan dan iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua
kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan
sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;
4. zakat yang
diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah;
5. Beasiswa yang
diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari Wajib Pajak pemberi
beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan formal/nonformal yang terstruktur
baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Lain-Lain
1. Pemotong PPh
Pasal 21 dan Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 wajib mendaftarkan
diri ke kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
2. Pegawai,
penerima pensiun berkala, serta bukan pegawai yang menerima penghasilan dari
pemotong PPh Pasal 21 secara berkesinambungan dalam 1 (satu) tahun kalender
wajib membuat surat pernyataan yang berisi jumlah tanggungan keluarga pada awal
tahun kalender atau pada saat mulai menjadi Subjek Pajak dalam negeri sebagai
dasar penentuan PTKP dan wajib menyerahkannya kepada Pemotong Pajak saat mulai
bekerja atau mulai pensiun;
3. Dalam hal terjadi
perubahan tanggungan keluarga, pegawai, penerima pensiun berkala dan bukan
pegawai yang menerima penghasilan dari pemotong PPh Pasal 21 secara
berkesinambungan dalam 1 (satu) tahun kalender wajib membuat surat pernyataan
baru dan menyerahkannya kepada pemotong PPh Pasal 21 paling lama sebelum mulai
tahun kalender berikutnya;
4. Pemotong PPh
Pasal 21 wajib membuat dan memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 kepada
penerima penghasilan yang dipotong pajak;
PTKP
PTKP
(Penghasilan Tidak Kena Pajak) adalah penghasilan yang menjadi batasan tidak
kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi, dengan kata lain apabila penghasilan
neto wajib pajak orang pribadi jumlahnya dibawah PTKP tidak akan terkena Pajak
Penghasilan (PPh)
Tarif Pajak Penghasilan
Sesuai dengan Pasal 17 ayat 1, Undang-Undang No. 36 tahun 2008 (Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan), maka tarif (potongan) pajak penghasilan pribadi adalah sebagai berikut.
Lapisan Penghasilan Kena Pajak (Rp)
|
Tarif Pajak (2009 s.d 2012)
|
|
Sampai
dengan 50 juta
|
5%
|
|
Di atas 50
juta sd 250 juta
|
15%
|
|
Di atas
250 juta sd 500 juta
|
25%
|
|
Di atas
500 juta
|
30%
|
Lapisan Penghasilan Kena Pajak (Rp)
Tarif Pajak (s.d 2008)
Sampai dengan 25 juta 5%
Di atas 25 juta sd 50 juta 10%
Di atas 50 juta sd 100 juta 15%
Di atas 100 juta sd 200 juta 25%
Di atas 200 juta 35%
Tarif pajak di atas diberlakukan setelah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dikurangi dari penghasilan bersih yang disetahunkan. PTKP berbeda untuk status pekerja yang berbeda. Sesuai dengan Pasal 7 ayat 1, Undang-Undang No. 36 tahun 2008, bagi pekerja yang belum kawin, PTKP adalah Rp15.840.000. Bila pekerja kawin, ada penambahan Rp1.320.000 untuk PTKP. Bila pekerja mempunyai anak, ada penambahan PTKP sebesar Rp1.320.000 untuk setiap anak dan hanya berlaku sampai anak yang ketiga. Tidak ada penambahan PTKP untuk anak ke-empat dan seterusnya. Bila istri bekerja, PTKP pekerja tetap sama, yaitu Rp15.840.000 da tarif pajak penghasilan tetap sama.
PTKP tahun 2013
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor
162/PMK.011/2012 tanggal 22 Oktober 2012. Tersebut mulai 1 Januari 2013 PTKP
yang berlaku adalah sbb :
1) Untuk diri WP Rp 24.300.000
2) Tambahan WP Kawin Rp 2.025.000
3) Tambahan untuk Penghasilan istri digabung dg penghasilan suami Rp 24.300.000
4) Tambahan untuk anggota keluarga yang menjadi tanggungan (max 3 orang) @ Rp 2.025.000
atau berikut
ini besarnya PTKP sesuai dengan status perkawinan WP :
- TK/0 = Rp 24.300.000
- K/0 = Rp 26.325.000
- K/1 = Rp 28.350.000
- K/2 = Rp 30.375.000
- K/3 = Rp 32.400.000
- TK/0 = Rp 24.300.000
- K/0 = Rp 26.325.000
- K/1 = Rp 28.350.000
- K/2 = Rp 30.375.000
- K/3 = Rp 32.400.000
Dalam menghitung PPh 21 besarnya
PTKP maksimal Rp 32.400.000, sedangkan dalam menghitung PPh Orang Pribadi
besarnya PTKP maksimal menjadi Rp 56.700.000 untuk WP dengan status K/I/3
Berikut
disampaikan besar PTKP yang baru serta perbandingannya dengan PTKP yang lama.
Keterangan
|
PTKP Baru
|
PTKP
Lama
|
Diri
Sendiri
|
24,300,000.00
|
15,840,000.00
|
Tambahan
WP Kawin
|
2,025,000.00
|
1,320,000.00
|
Tambahan
Istri Bekerja
|
24,300,000.00
|
15,840,000.00
|
Tambahan
Tanggungan
|
2,025,000.00
|
1,320,000.00
|
PTKP tahun 2009
·
Penyesuaian
terhadap Penghasilan Tidak Kena Pajak yang berlaku efektif per 1 Januari 2009
adalah sebagai berikut
(UU PPh Nomor 36 TAHUN 2008) :
(UU PPh Nomor 36 TAHUN 2008) :
a.
|
Rp
15.840.000,00
|
=
|
Untuk
wajib pajak orang pribadi yang bersangkutan;
|
b.
|
Rp
1.320.000,00
|
=
|
Tambahan
untuk wajib pajak yang kawin;
|
c.
|
Rp
15.840.000,00
|
=
|
Tambahan
untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
|
d.
|
Rp
1.320.000,00
|
=
|
Tambahan
untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis
keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling
banyak 3 orang untuk setiap keluarga.
|
PTKP tahun 2006
·
Penyesuaian
terhadap Penghasilan Tidak Kena Pajak yang berlaku efektif per 1 januari 2006
adalah sebagai berikut (137/PMK.03/2005) :
·
Besarnya
Penghasilan Tidak Kena Pajak sejak (PTKP) tahun pajak 2005 ( berlaku dari 1
Januari 2005 sampai 31 Desember 2005 )adalah sebagai berikut (564/KMK.03/2004) :
a.
|
Rp
12.000.000,00
|
=
|
Untuk
wajib pajak orang pribadi yang bersangkutan;
|
b.
|
Rp
1.200.000,00
|
=
|
Tambahan
untuk wajib pajak yang kawin;
|
c.
|
Rp
12.000.000,00
|
=
|
Tambahan
untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
|
d.
|
Rp
1.200.000,00
|
=
|
Tambahan
untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis
keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling
banyak 3 orang untuk setiap keluarga.
|
·
Besarnya
penghasilan tidak kena pajak sebelum tahun pajak 2005 ( Berlaku sampai 31
Desember 2004 ) adalah sebagai berikut :
a.
|
Rp
2.880.000,00
|
=
|
Untuk
wajib pajak orang pribadi yang bersangkutan;
|
b.
|
Rp
1.440.000,00
|
=
|
Tambahan
untuk wajib pajak yang kawin;
|
c.
|
Rp
2.880.000,00
|
=
|
Tambahan
untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
|
d.
|
Rp
1.440.000,00
|
=
|
Tambahan
untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis
keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling
banyak 3 orang untuk setiap keluarga.
|
Hubungan keluarga sedarah dan semenda
a.
|
Sedarah
lurus satu derajat : Ayah, ibu, anak kandung
|
b.
|
Sedarah ke
samping satu derajat : Saudara kandung
|
c.
|
Semenda
lurus satu derajat : Mertua, anak tiri
|
d.
|
Semenda ke
samping satu derajat : Saudara Ipar
|
Dengan demikian saudara kandung dan saudara ipar yang
menjadi tanggungan wajib pajak tidak memperoleh tambahan pengurangan PTKP.
Saudara dari bapak/ibu tidak termasuk dalam pengertian
keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus.
Pengertian anak angkat dalam perundang-undangan pajak
adalah seseorang yang belum dewasa, bukan anggota keluarga sedarah atau semenda
dalam garis lurus dan menjadi tanggungan sepenuhnya dari wajib pajak yang
bersangkutan.
Yang menjadi tanggungan sepenuhnya menurut
undang-undang Pajak Penghasilan adalah anggota keluarga yang tinggal bersama
wajib pajak, tidak dibantu oleh orang tua atau keluarga lainnya dan tidak
memiliki penghasilan.
Apabila wajib pajak hanya sekedar menyumbang atau
membantu saja, maka tidak termasuk pengertian tanggungan sepenuhnya.
Status Wajib Pajak terdiri dari :
TK/...
|
Tidak
Kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota keluarga;
|
K/...
|
Kawin,
ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota keluarga;
|
K/I/...
|
Kawin,
tambahan untuk isteri (hanya seorang) yang penghasilannya digabung dengan
penghasilan suami, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota keluarga;
|
PH
|
Wajib
pajak kawin yang secara tertulis melakukan perjanjian pemisahan harta dan
penghasilan;
|
HB/...
|
Wajib
pajak kawin yang telah hidup berpisah ditambah banyaknya tanggungan anggota
keluarga.
|
Bagi karyawati kawin yang dapat menunjukkan keterangan
tertulis dari Pemda setempat (serendah-rendahnya kecamatan) bahwa suaminya
tidak menerima atau memperoleh penghasilan dapat diberikan tambahan PTKP
sebesar Rp 1.200.000,00 ( berlaku mulai 1 Januari 2006 ) dan ditambah PTKP
untuk keluarganya.
Bagi karyawan atau karyawati yang belum kawin dapat
memperoleh tambahan pengurangan PTKP untuk dirinya dan tanggungannya sepanjang
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pada awal
tahun takwim.
Bagi pegawai yang baru datang dan menetap di Indonesia
dalam bagian tahun takwim, besarnya PTKP tersebut berdasarkan keadaan pada awal
bulan dari bagian tahun takwim yang bersangkutan.
Misalnya, pada tanggal 1 Januari 2006 wajib pajak A berstatus kawin dengan tanggungan 1 orang anak. Apabila pada tanggal 1 Mei 2006 lahir anak yang kedua, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang diberikan kepada wajib pajak A untuk tahun 2006 tetap dihitung berdasarkan status K/1 = Rp 13.200.000,00 + Rp 1.200.000,00 + Rp 1.200.000,00 = Rp 14.600.000,00
Misalnya, pada tanggal 1 Januari 2006 wajib pajak A berstatus kawin dengan tanggungan 1 orang anak. Apabila pada tanggal 1 Mei 2006 lahir anak yang kedua, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang diberikan kepada wajib pajak A untuk tahun 2006 tetap dihitung berdasarkan status K/1 = Rp 13.200.000,00 + Rp 1.200.000,00 + Rp 1.200.000,00 = Rp 14.600.000,00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar